Oleh: Al-Mahfud*
Bahasa daerah merupakan identitas sekaligus sumber nilai, pengetahuan, dan kebijaksanaan. Dari bahasa daerah, kita bercermin dan belajar. Pasal 32 Ayat 2 UUD 1945 dengan jelas menegaskan bahwa negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional. Maka kelestarian bahasa daerah penting diupayakan di tengah makin berkurangnya jumlah penutur di masyarakat hari-hari ini.
Akan tetapi, penutur bahasa daerah makin berkurang. Data BPS dalam Long Form Sensus Penduduk (LF SP 2020) mencatat di lingkungan kerabat atau tetangga, bahasa daerah hanya digunakan 71.93%. Di kalangan gen Z dan gen Alfa, bahasa daerah hanya digunakan sekitar 61-62%. Sedangkan data Ethnologue (2023) menyebut setidaknya ada 24 bahasa daerah di Indonesia saat ini sudah tidak lagi memiliki penutur atau jumlah penuturnya 0.
Data tersebut mengingatkan kita untuk melestarikan bahasa daerah. Namun upaya melestarikan bahasa daerah dihadapkan pada berbagai tantangan. Menurut Imam Budi Utomo (2022), tantangan tersebut di antaranya adalah sikap bahasa penutur jati, migrasi dan mobilitas, perkawinan antaretnis, dan globalisasi.
Sikap bahasa penutur jati berkaitan dengan sikap dan anggapan dari penutur bahasa daerah itu sendiri dalam menilai apakah bahasa yang digunakan tersebut masih penting atau tidak—dibanding bahasa Indonesia dan bahasa Asing, misalnya—termasuk untuk menurunkan atau mengajarkan pada anak dan generasi muda. Melihat situasi ini, jelas upaya pelestarian harus digaungkan dan digerakkan bersama.
Data telah memberi kita peringatan. Tantangan harus diatasi demi bahasa daerah tetap lestari. Sebagai bangsa yang kaya keragaman bahasa daerah, kita tentu tak ingin kekayaan tersebut terus tergerus, bahkan menghilang dan membuat kita tercerabut dari akar budaya kita sendiri.
Upaya pelestarian bahasa daerah butuh inovasi, kreativitas, dan terobosan. Misalnya, penggunaan teknologi Artificial Intelligence (AI). Teknologi AI dapat digunakan untuk menggambarkan, merekam, dan mereplikasi artefak seni dan sejarah dengan tingkat detail sangat tinggi, sehingga warisan budaya bisa dilestarikan dalam bentuk digital, diakses, dan dipelajari generasi mendatang (Anto Satriyo Nugroho: 2023).
Pemanfaatan AI
Di titik inilah, menjadi menarik mendengar kabar tentang terpilihnya E. Aminudin Aziz yang masuk dalam salah satu dari 100 Orang Paling Berpengaruh dalam Kecerdasan Buatan versi Majalah TIME. Dalam pengumuman yang dirilis 5 September 2024 tersebut, kita melihat capaian positif sekaligus harapan dalam upaya pelestarian bahasa daerah di Indonesia.
E. Aminudin Aziz, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) Kemdikbudristek telah memimpin inisiatif penggunaan teknilogi Artificial Intelligence (AI) untuk mendokumentasikan dan memetakan bahasa-bahasa daerah di Indonesia yang terancam punah.
Ratusan komunitas penutur bahasa daerah dan sekolah di berbagai provinsi di Indonesia telah dijangkau lewat program Program Revitalisasi Bahasa Daerah yang dimulai pada tahun 2022 ini. Hasilnya, pada 2022 bahasa daerah yang berhasil direvitalisasi sebanyak 39 bahasa di 13 provinsi. Kemudian tahun 2023 naik menjadi 72 bahasa atau dialek yang direvitalisasi di 25 provinsi. Tahun 2024 ini, Badan Bahasa menargetkan revitalisasi 92 bahasa daerah di 38 provinsi atau seluruh Indonesia (kspstendik.kemdikbud.go.id, 4/4/2024).
Selama ini, empat projek inisiatif untuk merevitalisasi bahasa daerah telah berjalan. Pertama, Kajian Vitalitas Bahasa untuk melihat tingkat daya hidup suatu bahasa yang dipetakan melalui jumlah penutur dan bagaimana pemanfaatan bahasa daerah tersebut. Hasil kajian vitalitas bahasa yang dilakukan ini telah menghasilkan kategori status bahasa daerah di Indonesia menjadi kategori: aman, stabil terancam punah, mengalami kemunduran, terancam punah, kritis, dan punah.
Kedua, Peta Bahasa di Indonesia, untuk mengidentifikasi sebaran geografis bahasa, dialek, dan subdialek. Di sinilah, teknologi kecerdasan buatan atau AI dimanfaatkan untuk melakukan identifikasi, sehingga lebih cepat dan praktis tanpa harus terjun ke lapangan yang memerlukan biaya dan waktu.
Kemudian ketiga, pemanfaatan AI untuk penerjemahan bahasa. Aminudin Aziz mengatakan, apabila sudah tersedia big data dan korpus (kumpulan ujaran) dalam berbagai bahasa daerah, masyarakat bisa dengan mudah mengetahui arti dan mempelajarinya. Korpus yang makin besar membuat AI makin pintar, sehingga penjelasan bisa kontekstual. Saat ini, korpus ini sedang dibangun oleh Badan Bahasa bekerja sama dengan Perpusnas dan juga para ahli teknologi AI.
Keempat, Badan Bahasa juga segera merintis pengujian kompetensi berbahasa daerah dengan dukungan AI, sehingga ke depannya pengujian dapat dilakukan dengan cepat dan praktis.
Inisiatif pemanfaatan AI dalam upaya revitalisasi bahasa daerah tersebut telah diakui secara internasional. Majalah TIME menilai apa yang dilakukan Aminudin Aziz merupakan hal menarik dan menulis bahwa Kepala Badan Bahasa Kemendikbudristek tersebut berperan dalam upaya pelestarian atau revitalisasi lebih dari 700 bahasa daerah di Indonesia.
“Jika orang menggunakan AI untuk kepentingan bisnis dan lainnya, saya lebih memikirkannya untuk menyelamatkan aset bangsa,” kata Aminudin Aziz, mengutip komentar dari tim penilai yang disampaikan melalui wartawan yang mewawancarainya (Siaran Pers Kemendibudristek Nomor: 431/sipers/A6/IX/2024).
Revitalisasi bahasa daerah harus merupakan gerakan bersama seluruh komponen, baik itu masyarakat, pemerintah, lembaga pendidikan, berbagai komunitas dan tokoh di masyarakat. Kolaborasi dan gotong-royong semua pihak tersebut dibutuhkan untuk menjaga eksistensi bahasa daerah sebagai bagian dari kekayaan budaya nasional.
*Penulis, aktif menulis topik-topik pendidikan
Komentar