Oleh Ricky Rikardo Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Pangan, Pascasarjana IPB University
Kopi merupakan komoditas perkebunan unggulan di Indonesia karena memiliki nilai ekspor tinggi dan menyumbang devisa cukup besar bagi negara. Provinsi Sumatera Selatan merupakan daerah penghasil kopi tersebar di berbagai daerah seperti Ogan Komering Ulu Selatan, Empat Lawang, Muara Enim, Lahat dan Pagar Alam. Jenis kopi yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat yaitu kopi Robusta (Coffea canephora). Badan Pusat Statistik 2023 melaporkan bahwa provinsi Sumatera Selatan merupakan daerah penghasil kopi tertinggi di Indonesia.
Pengeringan merupakan salah satu faktor dalam menentukan kualiras biji kopi. Buah kopi petik merah mempunyai kandungan air sekitar 70%, pada kondisi ini sangat mudah untuk terjadinya kerusakan biji kopi akibat dari aktivitas mikrooraganisme pembusuk yang memanfaatkan komponen karbohidrat seperti gula, pektin dan pati dari lapisan kulit luar biji. Oleh karena itu, penanganan pasca panen yang tepat perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusakan, salah satunya melalui pengeringan.
Pengeringan dilakukan dalam penanganan pasca panen kopi untuk menurunkan kadar air biji kopi sesuai dengan mutu Standar Nasional Indonesia (SNI). Berdasarkan persyaratan mutu SNI 01-2907-2008 menyatakan bahwa kadar air kopi maksimal sebesar 12,5%. Pengeringan biji kopi berpengaruh terhadap karakteristik fisik, kimia dan sensoris. Oleh karena itu pengeringan menjadi standar mutu dalam penentuan kualitas dari kopi yang dihasilkan.
Metode pengeringan biji kopi dapat dilakukan dengan pengeringan basah dan pengeringan kering. Pengeringan yang umumnya dilakukan oleh masyarakat yaitu pengeringan kering dengan sinar matahari yang sangat bergantung pada intensitas panas matahari. Musim hujan menjadi salah satu tantangan bagi masyarakat karena membutuhkan waktu lebih lama untuk pengeringan kopi. Penundaan pengeringan kopi memicu terjadinya pertumbuhan mikroorganisme patogen yang dapat menurunkan kualitas kopi, sehingga penanganan pasca panen yang tepat perlu dilakukan dalam peningkatan mutu dan nilai jual biji kopi.
Perkembangan ilmu dan teknologi menghasilkan berbagai alat pengeringan kopi seperti drying cabinet. Alat ini dirancang agar suhu pengeringan tetap stabil sehingga waktu pengeringan lebih cepat. Namun membutuhkan biaya yang lebih besar.
Kopi robusta memiliki kandungan kadar kafein yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan kopi arabika sehingga konsumsi kopi robusta secara berlebihan kurang baik untuk kesehatan. Menurut SNI 01-7152-2006, menyatakan bahwa adanya batas maksimum konsumsi kafein pada minuman dan makanan yaitu 150 mg/hari atau 50 mg/saji.
Upaya dalam penurunan kadar kafein pada kopi dapat dilakukan dengan pengeringan basah. Pengeringan basah terbagi menjadi dua metode yaitu pengeringan basah penuh dan semi basah. Pengeringan basah penuh dimulai dengan pengupasan kulit ari kopi dengan mesin kemudian fermentasi dengan perendaman biji kopi dan penjemuran, proses ini dapat menurunkan kadar kafein dan kadar pH yang dapat menghambat aktivitas mikroorganisme patogen sehingga memperpanjang umur simpan kopi.
Sedangkan metode pengeringan semi basah dimulai dengan pengupasan kulit ari kopi dengan mesin kemudian penjemuran, dalam proses ini terjadi fermentasi alami pada lapisan mucilage kopi yang menghasilkan komposisi asam-asam organik yang diserap oleh biji kopi sehingga menghasilkan karakter khas.
Pengeringan biji kopi dengan proses honey merupakan variasi dari proses kering. Perbedaan tingkat pengupasan pada lapisan lendir menyebabkan adanya perbedaan intensitas proses fermentasi. Pengolahan honey dibedakan menjadi tiga yaitu kuning, merah, dan hitam. Honey berwarna kuning dilakukan proses pengolahan dengan menghilangkan sebagian lapisan luar biji kopi dengan peralatan mekanis dengan waktu pengeringan 8-10 hari yang menghasilkan warna kuning pada biji kopi.
Honey berwarna merah dilakukan proses pengolahan dengan mempertahankan lapisan luar kulit sekitar 50-75% kemudian proses pengeringan sekitar 12-15 hari dengan rotasi teratur. Pengering mekanis dapat digunakan menjelang akhir proses untuk menjaga keseragaman kelembaban kopi. Honey berwarna hitam pengolahan dengan pengeringan 90-95% lapisan kulit luar biji kopi. Pengolahan ini membutuhkan waktu yang lebih lama yang membutuhkan sekitar 30 hari pengeringan.
Masyarakat Sumatera Selatan khususnya daerah Tanjung Sakti, Kabupaten Lahat telah menerapkan metode pengeringan semi basah. Hal ini karena para petani menilai bahwa dengan metode semi basah dapat mempercepat waktu pengeringan kopi. Pengeringan semi basah atau lebih dikenal dengan proses honey memiliki waktu pengeringan lebih lama jika dibandingkan dengan pengeringan kopi dengan metode basah penuh. Hal ini karena dipengaruhi oleh kandungan gula dan pektin yang tersisa pada lapisan mucilage pada kopi yang dapat mengikat air dengan kuat sehingga proses penguapan dari gabah kopi menjadi lebih lambat.
Berdasarkan penanganan pasca panen kopi, metode pengeringan semi basah merupakan pengeringan tepat untuk dilakukan oleh para petani karena kecepatan proses pengeringan, kemudahan operasional menunjukan metode pengeringan dengan risiko tingkat kerusakan yang rendah sehingga dapat meningkatkan kualitas kopi dan juga stabilitas harga kopi.
Komentar