Tidak Percaya tidak Berarti Harus Salah Paham

Opini393 Dilihat

Oleh: Nazwar, S. Fil. I., M. Phil Penulis Lepas Yogyakarta

HIDAYAH betul dalam kendali Allah. Namun satu sisi penyampaian kebenaran sebagaimana yang ditugaskan kepada para utusan Allah (Rasul), adalah penting dengan tanpa ada pembelokan di sana.

Penjagaan akan kemurnian kebenaran dalam arti sesungguhnya sebenarnya menjadi harga mahal dalam kelestariannya, terbukti ketika terjadi penyelewengan terhadap kebenaran maka di antara harga yang harus mereka bayar adalah musuh dari Yang Maha Benar (“al-Haqq”).


Perubahan atau penambahan adalah bentuk baku dari suatu akibat berupa kesalahpahaman. Hal ini menjadi semakin rumit dan runyam ketika diikuti penyampaian, yang akhirnya hanya berupa omong-kosong belaka.


Sebab kebenaran tidak semata hiburan berupa pengecohan terhadap kebenaran, bukan juga bertujuan mendorong kenyataan terjun bersama-sama ke jurang kebinasaan. Kebenaran adalah kebenaran. Bukan manipulasi kenyataan. Kebenaran bukan kebohongan.


Memanipulasi kebenaran dapat menjelma suatu kekeliruan bahkan terhadap yang dianggap remeh-temeh dengan menutupi suatu kesalahan dengan kebaikan dapat menjadi sasaran “fitnah”, semisal perkara organisasi. Bagaimana tokoh atau penggerak organisasi jika ditanyakan, di mana tanggung jawab organisasi tatkala ummat berada di jurang perpecahan? Maka selain organisasi sebagai kendaraan untuk meraih sebut manfaat di dalamnya, organisasi juga bersifat potensi atau yang disebut di ata dengan sasaran “finah”.


Terdapat logika dalam terbentuknya fasilitas terkhusus dalam konteks hidup bersama dalam hal ini persaudaraan sesama Muslim (“ukhuwah Islamiyyah”); seharusnya yang memiliki kendaraan, sudah lebih berpengalaman terhadap medan dan membantu saudara lain untuk sampai kepada kebenaran yang merupakan tujuan bersama-sama.


Klaim, atau kendaraan tersebut hanya buah dari kesombongan? Tentunya tidak untuk sekedar patantang-patenteng, sebab dapat mendorong para pengikutnya, dan orang dalam kebingungan tertarik dan dapat terjun secara bersamaan, bahaya. Sebab jurang biasanya membinasakan, jarang-jarang jurang isinya surga yang penuh kenikmatan.


Tidak ada baiknya, jika hanya terus saling menyalahkan. Tidak pantas bagi kita ummat akhir zaman senantiasa di hadang rasa takut akan perpecahan di masa depan. Bisakah kita kembali kepada semangat awal berupa persatuan dalam penuh kekhusyu’an? Sebab kita masih berada pada jalan yang sama, maka persaudaraan sesama Muslim (“ukhuwah Islamiyyah”) mendapat tantangan, terlebih terhadap berbagai persoalan-persoalan termasuk kemanusiaan yang sedang dialami banyak kaum Muslim di berbagai belahan dunia.


Kembali ke persoalan hidayah, agama sebagai jalan “baku” bagi manusia menjalani kehidupan, sempat disinggung sebelumnya bahwa dapat terjadi kerumitan dan kerunyaman dalam kenyataan, terlebih berupa perubahan pada tataran kebenaran yang baku, semisal kitab suci, kesalahpahaman bukan hanya tidak menemukan muara kebenaran, namun juga berakibat pada salah langkah atau jalan dalam atau terhadap agama.

Berakibat fatal dari kesalahpahaman dan kesalahan dalam menjalankan.
Maka pemahaman yang benar tidak hanya berhak dimiliki tidak hanya yang beragama tetapi juga di luarnya. Adapun sikap terhadapnya adalah dapat dikatakan hidayah berhubungan juga dengan pilihan pribadi masing-masing, apa sekedar meyakini, atau juga menjalankan atau bahkan kekeliruan jalan berupa sikap mendustakan.


Maka sifat terbuka terhadap agama menjadi keniscayaan. Orang beragama juga orang di luarnya membutuhkan pemahaman yang tepat terhadapnya. Begitu pun sikap terhadapnya, “Wallahua’lam.”

Komentar