Oleh : Almuhajirin M.Pd Dewan Pengarah Pemuda Tani HKTI Provinsi Sumsel
SETIAP datang bulan Agustus rakyat Indonesia bersuka cita menyambutnya. Puncaknya yakni pada tanggal 17 Agustus, semua masyarakat Indonesia riuh dalam berbagai kegiatan dimulai dari upacara hingga perlombaan. Setiap masyarakat berbaur baik dalam upacara maupun dalam lomba, tidak mengenal strata sosial dan jabatan, semuanya menyatu dalam satu warna yakni Indonesia. Kita wajib bersyukur, karena para founding fathers kita telah berikhtiar dengan segala cara untuk melepaskan Indonesia dari penjajahan, perbudakan hingga hegemoni bangsa asing. Perjuangan para pahlawan hingga tokoh-tokoh pergerakan yang dilakukan oleh para pemuda pelopor proklamasi yang digaungi oleh Bung Karno wajib kita jaga dan kita pertahankan sebagaimana kuat dan hebatnya mereka berjuang dahulu. Karena masa depan bangsa salah satu kuncinya terletak dibahu para pemudanya.
Sebagai kader bangsa, kita mempunyai peran sebagai agent of change dan agent of social control. Jika kita tidak mampu menelurkan perubahan ke arah yang lebih baik untuk bangsa ini maka paling tidak kita tidak boleh acuh terhadap kebijakan pemerintah.
Hari ini kita masyarakat dunia khususnya rakyat Indonesia sedang diuji seberapa tahan dalam melawan Coronavirus Disesase (Covid-19) yang terjadi sejak tahun 2019 yang lalu. Tahun ini kita telah memasuki 2 tahun masa pandemi, dimana kita harus berjibaku melawan virus, kita harus dipaksa hidup berdampingan dengannya, dan pada realitas lainnya kita dipaksa untuk mengikuti kebijakan pemerintah yang tidak jarang kontradiktif antara aturan dengan aktualisasinya.
Memasuki gempuran kedua Covid-19 yang terjadi pada tahun ini, tercatat kasus kematian menigkat sangat massif dibanding tahun lalu. Hingg 04 Agustus 2021, Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan melaporkan 3.532.567 orang terkonfirmasi positif Covid-19 dan ada 100.636 kematian serta dilaporkan 2.907.920 pasien telah sembuh. Sedangkan update Corona dari Worldmeters pada Jum’at (13/08/2021) yang dimuat di harian Kompas (13/08/2021) melaporkan bahwa Indonesia menjadi negara dengan kasus kematian tertinggi dalam seminggu terakhir, yaitu 11.289 kasus, berada diatas Brazil dengan 6.187 kasus dalam seminggu. Sejak pertengahan Juli 2021, kasus kematian harian yang dilaporkan Indonesia hampir selalu di atas 1.000 kasus. Data dan fakta tersebut menandakan bahwa agresi covid-19 yang kedua ini jauh lebih dahsyat dan mematikan. Hal ini dikarenakan virus ini berkembang sangat cepat.
Dalam kapasitasnya, WHO sudah mengidentifikasi paling tidak ada 10 varian virus Covid-19. Sejauh ini ada empat virus corona dunia yang masuk dalam kategori mengkhawatirkan atau Variant of Concern, salah satu dari empat varian itu telah menyebar di Indonesia yakni varian Delta. Setelah diambil sampel varian Delta pertama terdeteksi di Jakarta dan Palembang pada Januari 2021. varian Delta ini dikatakan enam kali lebih cepat menular dan gejalanya tidak seperti sebelumnya. Hal ini yang kemudian membuat varian Delta seakan membuat pemerintah kalang kabut untuk menanganinya.
Kita menyadari bahwa semenjak pandemi ini melanda dunia, kita juga termasuk yang harus beradaptasi dengan istilah new normal, menerapkan protokol kesehatan dengan cara memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan menggunakan sabun, mengurangi mobilitas dan tidak berkerumun. Kita juga harus mengikuti lockdown versi kecil yakni PSBB hingga PPKM yang masih berjalan sampai tanggal 16 Agustus ini. Bantuan pemerintah berupa uang tunai dan sembako juga mana tugas ini diserahkan kepada menteri Sosial untuk disalurkan kepada masyarakat yang terdampak covid-19.
Akan tetapi, bak kucing diberi ikan asin ternyata amanah yang dipegang oleh Kementerian Sosial tidaklah berjalan sesuai rencana. Betapa menyayat hati jutaan rakyat Indonesia, dengan ditetapkannya menteri sosial Juliari Batubara sebagai tersangka kasus korupsi dana bantuan sosial. Begitu menyedihkan bahwa dalam keadaan rakyat yang sedang kesusahan karena pandemi, pejabat pemerintah malah menilap hak rakyat, menabung untuk pribadi dan golongannya. Pada laman detiknews (28/07/2021) Juliari diyakini jaksa menerima uang suap Rp 32,4 miliar berkaitan dengan bansos Corona di Kemensos. Jumlah angka rupiah yang sangat fantastis. Disatu sisi, baru-baru ini kita dihebohkan dengan gaya hidup anggota dewan Tangerang yang memesan baju ber-merk luar negeri Louis Vutton yang ditaksir mencapai 675 juta rupiah. Kemudian yang tidak kalah heboh adalah pengecatan ulang pesawat kepresidenan terkuak ke publik setelah unggahan media sosial dari pakar penerbangan Alvin Lie. Sumber di Istana menyebut biaya cat ulang pesawat presiden atau pesawat BBJ 2 sekitar Rp 2 miliar. Sebenarnya pengecatan pesawat kepresidenan sudah direncanakan dalam rangka HUT RI ke-75 pada tahun 2020. namun, kegiatan itu urung langsung dilaksanakan karena pesawat itu belum memasuki waktu perawatan rutin.
Beberapa anomali tersebut sungguh membuat hati rakyat Indonesia terluka. Karena masyarakat dipaksa untuk mentaati aturan pemerintah yang mana salah satunya sangat berdampak pada keberlangsungan hidup rakyat. Pedagang dipaksa membatasi aktivitasnya, tidak boleh buka selama PPKM ketat, kalaupun dilonggarkan maka diperbolehkan buka sampai pukul 20.00 wib untuk warung makan dan pukul 21.00 untuk toko kelontong.
Potret korupsi ditengah pandemi sesungguhnya menunjukkan bahwa ada yang salah dengan mental bangsa ini. Bagaimana mungkin kita masih bisa memikirkan kekayaan pribadi dan menyetorkan fee kepada partai kalau ribuan bahkan jutaan nyawa rakyat Indonesia melayang lantaran Coronavirus Disease-19 yang terus berkembang. Korupsi telah lama merusak bangsa ini, korupsi sudah menjadi penyakit akut stadium empat. Kita tidak akan pernah habis membicarakannya, bak menimba sumur tak berdasar.
Pandemi, tidak hanya aspek ekonomi saja yang sangat terasa dampaknya. Dari dunia pendidikan juga dapat kita lihat bahwa jurang pemisah antara si kaya dan si miskin semakin runcing. Orang dengan fasilitas hidup tercukupi, belajar via daring tidak menjadi masalah, apalagi kalau hanya masalah kuota internet. Akan tetapi bagi anak-anak dikampung, yang orang tuanya berdagang, bertani dan mengandalkan upah harian, dengan dinamika kebijakan yang ada, jangankan untuk mengikutsertakan anak belajar daring, untuk bertahan hidup saja mereka harus berjuang dengan begitu keras.
Mungkin momentum 17 Agustus kali ini perlombaannya adalah lomba bertahan hidup. Siapa yang kuat imunnya maka ia yang akan survive. Karena kita lihat bahwa belum ada tanda-tanda pandemi ini segera berakhir, khususnya di Indonesia. Kalaupun pada gelaran pesta sepakbola negara-negara Eropa, Euro kemarin kita melihat bahwa penonton sudah berdesakan memenuhi stadion, kita masih menjaga jarak. Kita tidak perlu menyalahkan pemerintah, karena kita juga kadang lalai untuk konsisten menerapkan protokol kesehatan dengan ketat dan mengikuti kebijakan pemerintah yang berupaya menekan laju perkembangan virus ini. Sekarang kita perlu mentaati kebijakan Pemerintah dan menjalankannya, sebaliknya Pemerintah juga wajib menunjukkan perilaku Uswatun Khasanah dan membuat kebijakan yang berpihak sepenuhnya kepada rakyat bukan kepada kaum Oligarki dan kekuasaan. Kita perlu kerja kolektif kolegial antara Pemerintah dan rakyat. Karena eksistensi Pemerintah melalui dan dari rakyat.
Semoga masa-masa sulit ini terlewati, virus ini dapat diatasi dan kita hidup seperti sedia kala. Karena bangsa kita telah teruji dalam menghadapi berbagai macam kesulitan. Seperti halnya dahulu Raja Majapahit yakni Raden Wijayayang tidak mau tunduk kepada hegemoni Mongol, hingga bagaimana kita berjuang mengusir penjajah dari negeri kita sendiri. Bung Karno pernah berkata “ Bangsa yang tidak percaya kepada kekuatan dirinya sebagai suatu bangsa, tidak dapat berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka”.
Dirgahayu Republik Indonesia ke-76
Merdeka ! Merdeka ! Merdeka !
Komentar